Tetangga Montok
Manusia memang ditakdirkan untuk tidak pernah puas terhadap apa yang dicapainya.
Mulai dari pendidikan, kekayaan, jabatan sampai dengan keluarga.
Hal ini bisa berdampak pisitif dalam memotivasi diri untuk berprestasi,
namun juga dapat menjadi faktor yang bisa menyebabkan manusia menjadi depresi,
apalagi jika membandingkan dirinya dengan orang lain yang lebih sukses, baik itu keluarga, teman maupun.. tetangga anda sendiri.
Namaku Aldi, usia 30 tahun, dan saat ini tinggal di sebuah perumahan
sederhana (bukan real estate) di kawasan Bekasi Barat. Rumah di kompleks
perumahanku tentu saja tipe-tipe kecil yang sebagian besar bertipe 36
dan 45. Namun dengan penghasilanku yang lumayan aku bisa membuat rumahku
yang mungil menjadi terlihat indah dan asri. Boleh dibilang rumahku
merupakan rumah terindah di kompleks itu.
Aku menempati rumah ini sejak lima tahun yang lalu, dulunya sendiri
saja, namun sejak satu tahun lalu aku menikah dan kini tinggal berdua
dengan Lia, isteriku. Lia adalah seorang wanita yang cantik dan penuh
perhatian, sekilas tidak ada yang kurang darinya. Apalagi dia juga
bekerja sebagai Manajer Marketing di sebuah perusahaan farmasi, jadi
keluarga kami secara keuangan tidak punya masalah.
Kehidupan perkawinanku yang selama ini kuanggap bahagia itu ternyata
semu belaka. Sialnya, hal itu disebabkan seperti kata pepatah di
atas:?Rumput tetangga selalu lebih hijau?.
Aku mempunyai tetangga baru, sepasang suami isteri dengan satu anak yang
masih bayi. Suaminya seorang pelaut (anak buah kapal) dan isterinya ibu
rumah tangga. Pada awalnya aku tidak terlalu peduli dengan kehadiran
tetangga baru itu, walaupun ketika mereka datang memperkenalkan diri ke
rumah aku sedikit terpukau dengan sang isteri yang punya body seksi dan
montok. Pada saat itu aku merasa keterpukauanku hanyalah hal biasa saja.
Namun waktu berkata lain. Ternyata setelah berinteraksi dengan Vera,
begitu nama tetanggaku yang montok itu, aku mulai merasa ada daya tarik
yang muncul dari wanita itu. Ada beberapa kelebihan yang dimiliki Vera
namun tidak dimiliki Lia, isteriku.
Pertama tentu saja body-nya yang montok, dengan dada yang menjulang dan
pantat yang besar namun padat. Walaupun Lia juga seksi, namun ukuran
buah dadanya cuma 34 B. Kalau Vera kutaksir mungkin antara 36 B atau 36
C. Apalagi pantatnya yang bahenol itu tak kalah merangsang dibanding
pantat?Inul?, membuat pria penasaran untuk meremasnya.
Kedua, wajah Vera yang sensual. Kalau urusan cantik, pasti aku pilih
Lia, namun ketika aku melihat wajah Vera, maka aku membayangkan bintang
film BF. Mungkin pengaruh dari bibirnya yang agak tebal dan matanya yang
nakal. Setiap kulihat bibir itu berbicara, ingin rasanya aku merasakan
ciuman dan kulumannya yang membara.
Ketiga adalah selera berbusananya, terutama selera pakaian dalamnya.
Pertama kali aku melihat jemuran pakaian di belakang rumah mereka, aku
langsung tertarik pada pakaian dalam Vera yang dijemur. Model dan
warnanya beraneka macam, mulai dari celana dalam warna hitam, biru,
merah, hijau sampai yang transparan. Modelnya mulai dari yang
biasa-biasa saja sampai model G-string. Motifnya dari yang polos sampai
yang bermotif bunga, polkadot, gambar lucu sampai ada yang bergambar
bibir. Wah.. Lia tidak suka seperti itu, menurutnya kampungan dan
seperti pelacur jalanan. Padahal sebagai lelaki kadang kita ingin sekali
bermain seks dengan perempuan jalanan.
Tiga hal itulah yang membuat aku selalu menyempatkan untuk curi-curi
pandang pada Vera dan tak lupa melihat jemuran pakaiannya untuk melihat
koleksi pakaian dalamnya yang?jalang? itu.
Suatu hari, sepulang dari kantor, aku mampir ke Supermarket dekat
kompleks sekedar membeli makanan instan karena isteriku akan pergi
selama dua hari ke Bandung. Tak disangka di supermarket itu aku bertemu
Vera dengan menggendong bayinya. Entah kenapa jantungku jadi berdegup
keras, apalagi ketika kulihat pakaian Vera yang body-fit, baik kaos
maupun roknya. Seluruh lekuk kemontokan tubuhnya seakan memanggil
birahiku untuk naik.
?Hai.. Mbak, belanja juga?? sapaku.
?Eh.. Mas Aldi, biasa belanja susu?, jawabnya dengan senyum menghiasi wajah sensualnya.
?Memang sudah enggak ASI ya?? tanyaku.
?Wah.. Susunya cuma keluar empat bulan saja, sekarang sudah tidak lagi?.
?Hmm.. Mungkin habis sama Bapaknya kali ya.. Ha-ha-ha..? candaku.
Vera juga tertawa kecil, ?Tapi enggak juga, sudah dua bulan bapaknya enggak pulang?.
?Berat enggak sih Mbak, punya suami pelaut, sebab saya yang ditinggal isteri cuma dua hari saja rasanya sudah jenuh?.
?Wah.. Mas baru dua hari ditinggal sudah begitu, apalagi saya. Bayangkan
saya cuma ketemu suami dua minggu dalam waktu tiga bulan?.
Aku merasa gembira dengan topik pembicaraan ini, namun sayang
pembicaraan terhenti karena bayi Vera menangis. Ia kemudian sibuk
menenangkan bayinya.
?Apalagi setelah punya bayi, tambah repot Mas?, katanya.
?Kalau begitu biar saya bantu bawa belanjaannya?, aku mengambil keranjang belanja Vera.
?Terima kasih, sudah selesai kok, saya mau bayar terus pulang?.
?Ohh.. Ayo kita sama-sama?, kataku.
Aku segera mengambil inisiatif berjalan lebih dulu ke kasir dan dengan sangat antusias membayar semua belanjaan Vera.
?Ha.. Sudah bayar? Berapa? Nanti saya ganti?, kata Vera kaget.
?Ah.. Sedikit kok, enggak apa sekali-kali saya bayarin susu bayinya,
siapa tahu dapat susu ibunya, ha-ha-ha..?, aku mulai bercanda yang
sedikit menjurus.
?Ihh.. Mas Aldi!? jerit Vera malu-malu. Namun aku melihat tatapan mata liarnya yang seakan menyambut canda nakalku.
Kami berjalan menuju mobilku, setelah menaruh belanjaan ke dalam bagasi
aku mengajaknya makan dulu. Dengan malu-malu Vera mengiyakan ajakanku.
Kami kemudian makan di sebuah restauran makanan laut di dekat kompleks.
Aku sangat gembira karena semakin lama kami semakin akrab dan Vera juga
mulai berbaik hati memberikan kesempatan padaku untuk ?ngelaba?. Mulai
dari posisi duduknya yang sedikit mengangkang sehingga aku dengan mudah
melihat kemulusan paha montoknya dan tatkala usahaku untuk melihat lebih
jauh ke dalam ia seakan memberiku kesempatan. Ketika aku menunduk untuk
mengambil garpu yang dengan sengaja aku jatuhkan, Vera semakin membuka
lebar kedua pahanya. Jantungku berdegup sangat kencang melihat
pemandangan indah di dalam rok Vera. Di antara dua paha montok yang
putih dan mulus itu aku melihat celana dalam Vera yang berwarna orange
dan.. Brengsek, transparan!
Dengan cahaya di bawah meja tentu saja aku tak dapat dengan jelas
melihat isi celana dalam orange itu, tapi itu cukup membuatku gemetar
dibakar birahi. Saking gemetarnya aku sampai terbentur meja ketika
hendak bangkit.
?Hi-hi-hi.. Hati-hati Mas..?, celoteh Vera dengan nada menggoda.
Aku memandang wajah Vera yang tersenyum nakal padaku, kuberanikan diri memegang tangannya dan ternyata Vera menyambutnya.
?Hmm.. Maaf, saya cuma mau bilang kalau Mbak Vera.. Seksi sekali?,
dengan malu-malu akhirnya perkataan itu keluar juga dari mulutku.
?Terima kasih, Mas Aldi juga.. Hmm.. Gagah, lucu dan terutama, Mas Aldi pria yang paling baik yang pernah saya kenal?.
?O ya??, aku tersanjung juga dengan rayuannya, ?Gara-gara saya traktir Mbak??
?Bukan cuma itu, saya sering memperhatikan Mas di rumah, dan dari cerita
Mbak Lia, Mas Aldi sangat perhatian dan rajin membantu pekerjaan di
rumah, wah.. Jarang lho Mas, ada pria dengan status sosial seperti Mas
yang sudah mapan dan berpendidikan namun masih mau mengepel rumah?.
?Ha-ha-ha..? aku tertawa gembira, ?Rupanya bukan cuma saya yang memperhatikan kamu, tapi juga sebaliknya?.
?Jadi Mas Aldi juga sering memperhatikan saya??
?Betul, saya paling senang melihat kamu membersihkan halaman rumah di pagi hari dan saat menjemur pakaian?.
?Eh.. Kenapa kok senang??.
?Sebab saya mengagumi keindahan Mbak Vera, juga selera pakaian dalam Mbak?, aku berterus terang.
Pembicaraan ini semakin mempererat kami berdua, seakan tak ada jarak
lagi di antara kami. Akhirnya kami pulang sekitar jam 8 malam. Dalam
perjalanan pulang, bayi Mbak Vera tertidur sehingga ketika sampai di
rumah aku membantunya membawa barang belanjaan ke dalam rumahnya.
Mbak Vera masuk ke kamar untuk membaringkan bayinya, sementara aku
menaruh barang belanjaan di dapur. Setelah itu aku duduk di ruang tamu
menunggu Vera muncul. Sekitar lima menit, Vera muncul dari dalam kamar,
ia ternyata sudah berganti pakaian. Kini wanita itu mengenakan gaun
tidur yang sangat seksi, warnanya putih transparan. Seluruh lekuk
tubuhnya yang montok hingga pakaian dalamnya terlihat jelas olehku.
Sinar lampu ruangan cukup menerangi pandanganku untuk menjelajahi
keindahan tubuh Vera di balik gaun malamnya yang transparan itu. Buah
dadanya terlihat bagaikan buah melon yang memenuhi bra seksi yang
berwarna orange transparan. Di balik bra itu kulihat samar-samar puting
susunya yang juga besar dan coklat kemerahan. Perutnya memang agak
sedikit berlemak dan turun, namun sama sekali tak mengurangi nilai
keindahan tubuhnya. Apalagi jika memandang bagian bawahnya yang montok.
Tak seperti di bawah meja sewaktu di restoran tadi, kini aku dapat
melihat dengan jelas celana dalam orange transparan milik Vera. Sungguh
indah dan merangsang, terutama warna hitam di bagian tengahnya,
membayangkannya saja aku sudah berkali-kali meneguk ludah.
?Hmm.. Tidak keberatan kan kalu saya memakai baju tidur??, tanya Vera memancing.
Sudah sangat jelas kalau wanita ini ingin mengajakku selingkuh dan
melewati malam bersamanya. Kini keputusan seluruhnya berada di tanganku,
apakah aku akan berani mengkhianati Lia dan menikmati malam bersama
tetanggaku yang bahenol ini.
Vera duduk di sampingku, tercium semerbak aroma parfum dari tubuhnya
membuat hatiku semakin bergetar. Keadaan kini ternyata jauh di luar
dugaanku. Kemarin-kemarin aku masih merasa bermimpi jika bisa membelai
dan meremas-remas tubuh Vera, namun kini wanita itu justru yang
menantangku.
?Mas Aldi mau mandi dulu? Nanti saya siapkan air hangat?, tanya Vera sambil menggenggam tanganku erat.
Dari sorotan matanya sangat terlihat bahwa wanita ini benar-benar
membutuhkan seorang laki-laki untuk memuaskan kebutuhan biologisnya.
?Hmm.. Sebelum terlalu jauh, kita harus membuat komitmen dulu Mbak?, kataku agak serius.
?Apa itu Mas??
?Pertama, terus terang aku mengagumi Mbak Vera, baik fisik maupun
pribadi, jadi sebagai laki-laki aku sangat tertarik pada Mbak?, kataku.
?Terima kasih, saya juga begitu pada Mas Aldi?, Vera merebahkan kepalanya di pundakku.
?Kedua, kita sama-sama sudah menikah, jadi kita harus punya tanggung
jawab untuk mempertahankan keutuhan rumah tangga kita, apa yang mungkin
kita lakukan bersama-sama janganlah menjadi pemecah rumah tangga kita?.
?Setuju, saya sangat setuju Mas, saya hanya ingin punya teman saat saya
kesepian, kalau Mas Aldi mau kapanpun Mas bisa datang ke sini, selagi
tidak ada suami saya. Tapi saya sekalipun tidak akan meminta apapun dari
Mas Aldi, dan sebaliknya saya juga ingin Mas Aldi demikian pula,
sehingga hubungan kita akan aman dan saling menguntungkan?.
?Hmm.. Kalau begitu tak ada masalah, saya mau telpon ke rumah, supaya pembantu saya tidak kebingungan?.
?Kalau begitu, Mas Aldi pulang saja dulu, taruh mobil di garasi, kan
lucu kalau Mas Aldi bilang ada acara sehingga tidak bisa pulang,
sementara mobilnya ada di depan rumah saya?.
?Oh.. Iya, hampir saya lupa?.
Aku segera keluar dan pulang dulu ke rumah, menaruh mobil di garasi dan
mandi. Setelah itu aku mau bilang pada pembantuku kalau aku akan
menginap di rumah temanku. Namun tidak jadi karena pembantuku ternyata
sudah tidur.
Aku segera datang kembali ke rumah Vera. Wanita itu sudah menungguku di
ruang tamu dengan secangkir teh hangat di atas meja. Pahanya yang montok
terpampang indah di atas sofa.
?Wah.. Ternyata mandi di rumah ya? Padahal saya sudah siapkan air hangat?.
?Terima kasih, Mbak Vera baik sekali?.
Wanita itu berjalan menutup pintu rumah, dari belakang aku memandang
kemontokan pantatnya yang besar dan padat. Kebesaran pantat itu tak
mampu dibendung oleh celana dalam orange itu, sehingga memperlihatkan
belahannya yang merangsang. Seperti tak sadar aku menghampiri Vera, lalu
dengan nakal kedua tanganku mencengkeram pantatnya, dan meremasnya.
?Uhh..?, Vera agak kaget dan menggelinjang.
?Maaf?, kataku.
?Tidak apa-apa Mas, justru.. Enak?, kata Vera seraya tersenyum nakal
memandangku. Senyum itu membuat bibir sensualnya seakan mengundangku
untuk melumatnya.
?Crup..!?, aku segera menciumnya, Vera membalasnya dengan liar.
Aku tak tahu sudah berapa lama bibir itu tak merasakan ciuman laki-laki,
yang jelas ciuman Vera sangat panas dan liar. Berkali-kali wanita itu
nyaris menggigit bibirku, lidahnya yang basah meliuk-liuk dalam rongga
mulutku. Aku semakin bernafsu, tanganku menjalar di sekujur tubuhnya,
berhenti di kemontokan pantatnya dan kemudian meremas-remas penuh
birahi.
?Ohh.. Ergh..?, lenguh Vera di sela-sela ciuman panasnya.
Dengan beberapa gerakan, Vera meloloskan gaun tidurnya hingga terjatuh
di lantai. Kini wanita itu hanya mengenakan Bra dan CD yang berwarna
orange dan transparan itu. Aku terpaku sejenak mengagumi keindahan
pemandangan tubuh Vera.
?Wowww.. Kamu.. Benar-benar seksi Mbak?, pujiku ,?Buah dada Mbak besar sekali?
?Hi-hi-hi.. Punya Lia kecil ya? Paling 34 A, iya kan? Nah coba tebak
ukuran saya??, tanyanya seraya memegang kedua buah melon di dadanya itu.
?36 B?, jawabku.
?Salah?
?36 C?.
?Masih salah, sudah lihat aja nih?, Vera membuka pengait Bra-nya,
sehingga kedua buah montok itu serasa hampir mau jatuh. Ia membuka dan
melempar bra orange itu kepadaku.
?Gila.. 36 D!?, kataku membaca ukuran yang tertera di bra itu.
?Boleh saya pegang Mbak??, tanyaku basa-basi.
?Jangan cuma dipegang dong Mas, remas.. Dan kulum nih.. Putingnya?, kata Vera dengan gaya nakal bagaikan pereks jalanan.
Wanita itu menjatuhkan tubuh indahnya di atas sofa, aku memburunya dan
segera menikmati kemontokan buah melonnya. Kuremas-remas dua buah dada
montok itu, kemudian kuciumi dan terakhir kukulum puting susunya yang
sebesar ibu jari dengan sekali-kali memainkannya di antara gigi-gigiku.
Vera menggelinjang-gelinjang keenakan, napasnya semakin terdengar resah,
berkali-kali ia mengeluarkan kata-kata jorok yang justru membuatku
semakin bernafsu.
?Ngentot, enak banget Mas..? jeritnya, ?Ayo Mas.. Saya sudah kepingin penetrasi nih!?.
Aku yang juga sudah sangat bernafsu segera menjawab keinginan Vera.
Dengan bantuan Vera aku menelanjangi diriku sehingga tak tersisa satupun
busana di tubuhku. Vera sangat gembira melihat ukuran penisku yang
lumayan panjang dan besar itu.
?Ohh.. Besar juga ya..? jeritnya.
Ia benar-benar bertingkah bagaikan perek murahan, namun justru itu yang
kusuka. Wanita itu segera membuka CD orange sebagai kain terakhir di
tubuhnya. Kulihat daerah bukit kemaluannya yang ditumbuhi rambut-rambut
liar, dengan segaris bibir membelah ditengah-tengahnya. Bibir yang merah
dan basah, sangat basah. Ingin rasanya aku menikmati keindahan bibir
kenikmatan Vera, namun ketika aku ingin melaksanakannya ia menampikku.
?Sudah, nanti saja, masih ada babak selanjutnya, sekarang ayo kita selesaikan babak pertama?.
Vera duduk mengangkang di atas sofa. Kedua kakinya dibuka lebar-lebar
mempersilakan kepadaku untuk melakukan penetrasi kenikmatan
sesungguhnya. Aku pun segera menyiapkan senjataku, mengarahkan ujung
penisku tepat di depan liang vagina Vera dan perlahan tapi pasti
menekannya masuk.
Sedikit-demi sedikit penisku tenggelam dalam kehangatan liang Vera yang
basah dan nikmat. Ketika hampir seluruh batang penisku yang berukuran 20
cm itu memasuki vagina, aku mencabutnya kembali. Kemudian kembali
memasukkannya perlahan.
?Enghh.. Gila kamu Mas, kalau begini sebentar saja saya puas?, jerit Vera keenakan.
?Tak apa Mbak, silahkan orgasme, kan masih ada babak selanjutnya?,
tantangku. Kini kutambah rangsangan dengan meremas dan memilin puting
susunya yang besar.
?Ohh.. Ohh.. Benar-benar enak Mas?, Vera memejamkan matanya.
Pada penetrasi kelima, Vera menjerit, ?Sudah Mas, jangan tarik lagi, saya mau.. Mau.. Oh..!?
Dinding vagina Vera melejat-lejat seakan memijit batang penisku dalam kenikmatan birahi yang sedang direguknya.
?Oh.. Saya sudah sekali Mas?, katanya sambil menarik nafas.
?Mas mau puas dulu atau mau lanjut babak kedua??, tanya Vera.
?Terserah Mbak?, kataku. Aku sih pasrah saja.
?Sini, saya emut saja dulu?.
?Hmm.. Boleh juga, Lia belum pernah oral dengan saya?, aku mencabut
penisku dari dalam vagina Vera yang basah dan menyodorkannya ke Vera.
Wanita itu menjilati ujung penisku dengan lidahnya seakan
membersihkannya dari cairan vaginanya sendiri, kemudian dengan sangat
bernafsu ia memasukkan penisku ke dalam mulutnya. Bibir seksi Vera
terlihat menyedot-nyedot penisku seakan menyedot spermaku untuk keluar.
Ia kemudian mengocok penisku dalam mulutnya hingga birahiku mencapai
puncaknya.
?Oh.. Saya mau keluar nih, gimana??, aku bingung apakah aku harus mengeluarkan spermaku ke dalam mulutnya atau mencabutnya.
Namun Vera hanya mengangguk dan terus mengocoknya pertanda ia tak keberatan jika aku memuntahkan spermaku ke dalam mulutnya.
Akhirnya aku mencapai orgasme dan memuntahkan semua spermaku ke dalam
mulut Vera. Wanita itu tanpa segan-segan menelan seluruh spermaku.
Sungguh lihai wanita ini memuaskan birahi laki-laki!
Kami duduk sebentar dan minum air dingin, kemudian Vera mengangkangkan kakinya kembali.
?Nah.. Sekarang babak kedua Mas, kalau mau jilat dulu silahkan, tapi
utamakan yang ini ya?, Vera menunjuk ke arah klitorisnya yang agak
besar.
?Oke Mbak, saya juga sudah biasa kok?, seruku.
Sejurus kemudian aku sudah berada di hadapan bibir kemaluan Vera yang
baru saja aku nikmati. Sebelum kujilat terlebih dahulu kubelai bibir itu
dari ujung bawah hingga klitoris. Kusingkap rambut-rambut kemaluannya
yang menjalari bibir itu.
?Sudah gondrong nih Mbak?, seruku.
?Oh iya, habis mau dicukur percuma juga, enggak ada yang lihat dan
jilat?, jawabnya nakal, ?Besok pagi saya cukur deh, tapi janji malamnya
Mas Aldi datang lagi ya..?.
?Oke.. Pokoknya setiap ada kesempatan saya siap menemani Mbak Vera?.
Aku kemudian asyik menjilati dan menciumi labium mayora dan minora Vera.
Cairan vagina Vera sudah mulai mengalir kembali pertanda ia sudah
terangsang kembali. Desahan Vera juga memperkuat tanda bahwa Vera
menikmati permainan oralku. Dengan nakal aku memasukkan jari telunjuk
dan tengahku ke dalam vaginanya dan kemudian mengobok-obok liang becek
itu.
?Yes.. Asyik banget.. Say sudah siap babak kedua Mas?, seru Vera.
Aku sendiri sudah terangsang sejak melihat keindahan selangkangan Vera,
jadi penisku sudah siap menunaikan tugas keduanya. Vera menungging di
atas sofa.
?Sekarang doggy-style ya Mas..?
Aku sih iya saja, maklum.. Sama enaknya..
Sejurus kemudian kami sudah terlibat permainan babak kedua yang tak
kalah seru dan panas dengan babak pertama, hanya kali ini aku
memuntahkan sperma di dalam vaginanya.
Malam masih begitu panjang. Kami masih menikmati dua permainan lagi
sebelum kelelahan dan mengantuk. Vera begitu bahagia, dan aku sendiri
merasa puas dan lega. Mimpiku untuk menikmati tubuh montok tetanggaku
terlaksana sudah. Bahkan kini setiap waktu jika Lia dinas ke luar kota
maka Vera secara resmi menggantikan posisi Lia sebagai isteriku. Asyik
juga. Namun sebagai imbalannya aku mencarikan dan menggaji pembantu
rumah tangga di rumah Vera. Betapa bahagianya Vera dengan bantuanku itu,
ia semakin sayang padaku dan berjanji akan melayaniku jauh lebih
memuaskan dibanding pelayanan kepada suaminya.
Dari kejadian tersebut aku semakin menyadari kebenaran pepatah: ?Rumput
tetangga memang selalu terlihat lebih hijau?, atau bisa diganti dengan:
?Vagina isteri tetangga selalu terasa lebih nikmat?.
Tamat
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar